Salomo
adalah salah satu raja yang terkenal oleh kekayaam dan kebijaksanaannya, namun
di akhir hidupnya ia menulis bahwa segala sesuatunya adalah sia-sia. Salomo
mengawali kekuasaan kerajaanNya dengan meminta hikmat namun mengakhirinya
dengan kedagingan, sehingga mendapat julukan ‘orang bijaksana yang bodoh’ (the
foolish wise man). Kita dapat belajar sesuatu dari Salomo, supaya saat kita
dipromosikan Tuhan, kita tidak menjadi lupa akan peringatan Tuhan, dan dapat
mengakhirinya dengan baik (finish well).
Ulangan
17:14-20 berkisah tentang bangsa Israel yang bersikeras mengangkat seorang raja
atas kaum mereka, dan Allah mengabulkannya dengan memberikan
peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh sang raja. Salah satunya
adalah dengan harus menulis salinan kitab-kitab Taurat (Ulangan 17:18,19),
supaya raja ini takut akan Allah. Sebelumnya Tuhan memerintahkan bahwa raja
tidak boleh memperkaya dirinya, termasuk memperkaya diri dengan kuda (lambang
kekuasaan, harta kekayaan) dan memiliki banyak istri. Namun, kita tahu bahwa
pada akhirnya, Salomo melanggar aturan yang telah diberikan oleh Allah
tersebut.
Seseorang
dapat dilihat tingkat kehidupannya dengan membandingkan yang telah dilakukannya
kepada Tuhan dengan yang dilakukan untuk dirinya sendiri. Salomo membangun bait
Allah selama 7 tahun dengan bahan yang terbaik. Namun dia juga membangun istana
untuk dirinya selama 13 tahun, dua kali lipat dari waktu yang diberikannya
untuk Allah. Kita perlu berkaca pada berapa banyak waktu dan keuangan yang kita
pakai untuk diri kita sendiri disbanding dengan apa yang kita berikan bagi
Tuhan.
Salomo
tidak puas dengan memiliki seorang istri, ia memiliki tujuh ratus istri dan
tiga ratus selir. Dan semuanya itu adalah wanita yang tidak mengenal Allah,
yang membuat dia mencondongkan hatinya jauh daripada Tuhan.
Kuda
adalah lambang kekuasaan, Salomo melawan perintah Allah dengan memiliki seribu
ekor kuda. Alkitab menuliskan bahwa Allah tidak menyenangi kegagahan kuda dan
kaki laki-laki (Mazmur 147:10). Kesemuanya ini menggambarkan kekuatan dan
kegagahan manusia. Artinya, Tuhan tidak senang apabila kita mengandalkan
kekuatan kita sendiri.
Pada
akhir hidupnya, Salomo melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan Tuhan atas
seorang raja. Ia membangun bagi dirinya sendiri gedung-gedung, memiliki ribuan
kuda dan keretanya, serta memiliki banyak istri dan selir. Semua yang
menyenangkan hati dan kedagingannya dilakukan, meski dia tahu itu melanggar
perintah dari Tuhan.
Salomo
begitu kaya dan memiliki banyak emas. Emas yang dikumpulkan bagi Salomo
berjumlah ribuan kilogram. Namun, ketika kekayaan itu datang, Salomo mulai
berkompromi. Dia mulai mengambil putri Firaun menjadi istrinya dengan bertujuan
membuat aliansi dengan raja Mesir untuk mengokohkan kerajaannya (1 Raja-raja
3:1-2). Hatinya mulai berbelok walau masih menunjukkan kasihnya kepada Tuhan (1
Raja-raja 3:3). Salomo berpikir bahwa tidak apa berkompromi asal
mempersembahkan korban bakaran yang banyak (2 Tawarikh 8:11-13).
Pengkhotbah
2:10 berkata, “Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan
aku tidak menahan hatiku dari sukacita apapun, sebab hatiku bersukacita karena
segala jerih payahku.” Sementara Yesus Kristus berkata bahwa kita harus pikul
salib, dan menyangkal diri.
Seringkali
ketika ujian kekayaan itu datang, kita menjadi lupa diri. Pepatah mengatakan
bahwa ujian yang terberat dalam hidup adalah P-ujian, alias pujian. Kita tahu
bahwa Tuhan akan mengangkat kita kepada kemuliaan. Itu berarti bahwa ‘destiny’
kita adalah diberkati, untuk dibawa ke dalam kemuliaan. Namun, ketika semuanya
itu sudah terjadi, jangan kita tergelincir dan melupakan Tuhan seperti Salomo.
Manusia jatuh sering hanya karena kerikil kecil dan bukan batu besar. Karena
itu, kita tidak boleh membiarkan diri kita melenceng barang satu derajatpun.
Alkitab
menuliskan 1 Raja-raja 10:26;11:10: Karena para istrinya, Salomo mencondongkan
hatinya kepada ilah-ilah mereka. Tuhan memberikan keamanan, kekayaan kepada
Salomo, namun Salomo membalasnya dengan mendukakan hati Tuhan.
Kita
perlu memeriksa diri kita, apakah diri kita bergantung kepada kuda, kekuasaan,
kekayaan? Apakah kita bergantung kepada orang-orang kuat yang ada di sekitar
kita? Atau, kita mulai mencondongkan diri kita kepada ilah lain karena wanita
Mesir? Sebaiknyalah kita menyiapkan diri kita mulai dari sekarang, sebab
hal-hal yang kecil nantinya dapat menjatuhkan kita saat diberkati. Belajarlah dari
pengalaman Salomo. Jangan sampai kita mengawali hidup dengan baik namun
mengakhirinya dengan kedagingan. Tuhan Tesus memberkati.
Pdt. Dr. Timotius Arifin Tedjasukmana
10-08-14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar